tonight the world dies

tonight the world dies
nature

Rabu, 30 Maret 2011

penyelesaian sengketa ekonomi

Sebelum kita membahas langkah apa saya yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan seng keta ekonomi, kita bahas apa itu sengketa?
sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia
pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya
nah, setelah kita mengetahui apa itu sengketa, timbul pertanyaan baru "Bagaimana Cara penyelesaian sengketa?"
dibawah ini ada cara-cara penyelesaian sengketa ekonomi:
Cara-cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat
1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
itulah beberapa cara penyelesaian sengketa ekonomi, yang menjadi pertanyaan sekarang apa sih "Tujuan memperkarakan suatu sengketa?"
Tujuan memperkarakan suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive)
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan:
1. lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2. biaya tinggi (very expensive),
3. secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4. kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.
Sistem Alternatif Yang Dikembangkan
a). Sistem Mediation
Mediasi berarti menengahi atau penyelesaian sengketa melalui penengah (mediator). Dengan demikian sistem mediasi, mencari penyelesaian sengketa melalui mediator (penengah). Dari pengertian di atas, mediasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebagai terobosan atas cara-cara penyelesaian tradisional melalui litigation (berperkara di pengadilan).
Pada mediasi, para pihak yang bersengketa, datang bersama secara pribadi. Saling berhadapan antara yang satu dengan yang lain. Para pihak berhadapan dengan mediator sebagai pihak ketiga yang netral. Peran dan fungsi mediator, membantu para pihak mencari jalan keluar atas penyelesaian yang mereka sengketakan. Penyelesaian yang hendak diwujudkan dalam mediasi adalah compromise atau kompromi di antara para pihak. Dalam mencari kompromi, mediator memperingatkan, jangan sampai salah satu pihak cenderung untuk mencari kemenangan. Sebab kalau timbul gejala yang seperti itu, para pihak akan terjebak pada yang dikemukakan Joe Macroni Kalau salah satu pihak ingin mencari kemenangan, akan mendorong masing-masing pihak menempuh jalan sendiri (I have may way and you have your way). Akibatnya akan terjadi jalan buntu (there is no the way).
Cara dan sikap yang seperti itu, bertentangan dengan asas mediasi:
1. bertujuan mencapai kompromi yang maksimal,
2. pada kompromi, para pihak sama-sama menang atau win-win,
3. oleh karena itu tidak ada pihak yang kalah atau losing dan tidak ada yang menang mutlak.
Manfaat yang paling menonjol, antara lain:
1. Penyelesaian cepat terwujud (quick). Rata-rata kompromi di antara pihak sudah dapat terwujud dalam satu minggu atau paling lama satu atau dua bulan. Proses pencapaian kompromi, terkadang hanya memerlukan dua atau tiga kali pertemuan di antara pihak yang bersengketa.
2. Biaya Murah (inexpensive). Pada umumnya mediator tidak dibayar. Jika dibayarpun, tidak mahal. Biaya administrasi juga kecil. Tidak perlu didampingi pengacara, meskipun hal itu tidak tertutup kemungkinannya. Itu sebabnya proses mediasi dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
3. Bersifat Rahasia (confidential). Segala sesuatu yang diutarakan para pihak dalam proses pengajuan pendapat yang mereka sampaikan kepada mediator, semuanya bersifat tertutup. Tidak terbuka untuk umum seperti halnya dalam proses pemeriksaan pengadilan (there is no public docket). Juga tidak ada peliputan oleh wartawan (no press coverage).
4. Bersifat Fair dengan Metode Kompromi. Hasil kompromi yang dicapai merupakan penyelesaian yang mereka jalin sendiri, berdasar kepentingan masing-masing tetapi kedua belah pihak sama-sama berpijak di atas landasan prinsip saling memberi keuntungan kepada kedua belah pihak. Mereka tidak terikat mengikuti preseden hukum yang ada. Tidak perlu mengikuti formalitas hukum acara yang dipergunakan pengadilan. Metode penyelesaian bersifat pendekatan mencapai kompromi. Tidak perlu saling menyodorkan pembuktian. Penyelesaian dilakukan secara: (a) informal, (b) fleksibel, (c) memberi kebebasan penuh kepada para pihak mengajukan proposal yang diinginkan.
5. Hubungan kedua belah pihak kooperatif. Dengan mediasi, hubungan para pihak sejak awal sampai masa selanjutnya, dibina diatas dasar hubungan kerjasama (cooperation) dalam menyelesaikan sengketa. Sejak semula para pihak harus melemparkan jauh-jauh sifat dan sikap permusuhan (antagonistic). Lain halnya berperkara di pengadilan. Sejak semula para pihak berada pada dua sisi yang saling berhantam dan bermusuhan. Apabila perkara telah selesai, dendam kesumat terus membara dalam dada mereka.
6. Hasil yang dicapai WIN-WIN. Oleh karena penyelesaian yang diwujudkan berupa kompromi yang disepakati para pihak, kedua belah pihak sama-sama menang. Tidak ada yang kalah (lose) tidak ada yang menang (win), tetapi win-win for the beneficial of all. Lain halnya penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Pasti ada yang kalah dan menang. Yang menang merasa berada di atas angin, dan yang kalah merasa terbenam diinjak-injak pengadilan dan pihak yang menang.
7. Tidak Emosional. Oleh karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan pada kerjasama untuk mencapai kompromi, masing-masing pihak tidak perlu saling ngotot mempertahankan fakta dan bukti yang mereka miliki. Tidak saling membela dan mempertahankan kebenaran masing-masing. Dengan demikian proses penyelesaian tidak ditunggangi emosi.
b). Sistem Minitrial
Sistem yang lain hampir sama dengan mediasi ialah minitrial. Sistem ini muncul di Amerika pada tahun 1977. Jadi kalau terjadi sengketa antara dua pihak, terutama di bidang bisnis, masing-masing pihak mengajak dan sepakat untuk saling mendengar dan menerima persoalan yang diajukan pihak lain:
1. setelah itu baru mereka mengadakan perundingan (negotiation),
2. sekiranya dari masalah yang diajukan masing-masing ada hal-hal yang dapat diselesaikan, mereka tuangkan dalam satu resolusi (resolution).
c). Sistem Concilition
Konsolidasi (conciliation), dapat diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1. pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2. setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim.
Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.
Di negara-negara yang dikemukakan di atas, lembaga konsiliasi merupakan rangkaian mata rantai dari sistem penyelesaian sengketa dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. pertama; penyelesaian diajukan dulu pada mediasi
2. kedua; bila mediasi gagal, bisa dicoba mencari penyelesaian melalui minirial
3. ketiga; apabila upaya ini gagal, disepakati untuk mencari penyelesaian melalui kosolidasi,
4. keempat; bila konsiliasi tidak berhasil, baru diajukan ke arbitrase.
Memang, setiap kegagalan pada satu sistem, penyelesaian sengketa dapat langsung diajukan perkaranya ke pengadilan (ordinary court). Misalnya, mediasi gagal. Para pihak langsung mencari penyelesaian melalui proses berperkara di pengadilan. Akan tetapi pada saat sekarang jarang hal itu ditempuh. Mereka lebih suka mencari penyelesaian melalui sistem alternatif, daripada langsung mengajukan ke pengadilan. Jadi di negara-negara yang disebut di atas, benar-benar menempatkan kedudukan dan keberadaan pengadilan sebagai the last resort, bukan lagi sebagai the first resort.
Biasanya lembaga konsiliasi merupakan salah satu bagian kegiatan lembaga arbitrase, arbitrase institusional, bertindak juga sebagai conciliation yang bertindak sebagai conciliator adalah panel yang terdaftar pada Arbitrase Institusional yang bersangkutan:
1. sengketa yang diselesaikan oleh lembaga konsiliasi pada umumnya meliputi sengketa bisnis,
2. hasil penyelesaian yang diambil berbentuk resolution, bukan putusan atau award (verdict),
3. oleh karena itu, hasil penyelesaian yang berbentuk resolusi tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan,
4. dengan demikian, walaupun resolusi memeng itu bersifat binding (mengikat) kepada para pihak, apabila salah satu pihak tidak menaati dengan sukarela tidak dapat diminta eksekusi ke pengadilan. Dalam hal yang seperti itu penyelesaian selanjutnya harus mengajukan gugatan ke pengadilan.
d). Sistem Adjudication
Sistem Adjudication merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa bisnis yang baru berkembang di beberapa negara. Sistem ini sudah mulai populer di Amerika dan Hongkong. Secara harafiah, pengertian “ajuddication” adalah putusan. Dan memang demikian halnya. Para pihak yang bersengketa sepakat meminta kepada seseorang untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara mereka:
1. orang yang diminta bertindak dalam adjudication disebut adjudicator
2. dan dia berperan dan berfungsi seolah-olah sebagai HAIM (act as judge),
3. oleh karena itu, dia diberi hak mengambil putusan (give decision).
Pada prinsipnya, sengketa yang diselesaikan melalui sistem adjudication adalah sengketa yang sangat khusus dan kompleks (complicated). Tidak sembarangan orang dapat menyelesaiakan, karena untuk itu diperlukan keahlian yang khusus oleh seorang spesialis profesional. Sengketa konstruksi misalnya. Tidak semua orang dapat menyelesaikan. Diperlukan seorang insinyur profesional. Di Hongkong misalnya. Sengketa mengenai pembangunan lapangan terbang ditempuh melalui lembaga adjudication oleh seorang adjudicator yang benar-benar ahli mengenai kontruksi lapangan terbang.
Proses penyelesaian sengketa melalui sistem ini, sangat sederhana. Apabila timbul sengketa:
1. para pihak membuat kesepakatan penyelesaian melaui adjudication,
2. berdasar persetujuan ini, mereka menunjuk seorang adjudicator yang benar-benar profesional,
3. dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak diberi kewenangan (authority) kepada adjudicator untuk mengabil keputusan (decision) yang mengikat kepada kedua belah pihak (binding to each party),
4. sebelum mengambil keputusan, adjudicator dapat meminta informasi dari kedua belah pihak, baik secara terpisah maupun secara bersama-sama.
NEGOSIASI
Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak – pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu. Contoh kasus mengenai negosiasi, seperti Christopher Columbus meyakinkan Ratu Elizabeth untuk membiayai ekspedisinya saat Inggris dalam perang besar yang memakan banyak biaya atau sengketa Pulau Sipadan-Ligitan – pulau yang berada di perbatasa Indonesia dengan Malaysia – antara Indonesia dengan Malaysia.
Negosiasi dan lobi
Dalam advokasi terdapat dua bentuk, yaitu formal dan informal. Bentuk formalnya,negosiasi sedangkan bentuk informalnya disebut lobi. Proses lobi tidak terikat oleh waktu dan tempat, serta dapat dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu panjang sedangkan negosiasi tidak, negosiasi terikat oleh waktu dan tempat.
Kemampuan-kemampuan dasar bernegosiasi
Faktor yang paling berpengaruh dalam negosiasi adalah filosofi yang menginformasikan bahwa masing-masing pihak yang terlibat. Ini adalah kesepakatan dasar kita bahwa “semua orang menang”, filsafat ini menjadi dasar setiap negosiasi. Kunci untuk mengembangkan filsafat supaya “semua orang menang” adalah dengan mempertimbangkan setiap aspek negosiasi dari sudut pandang pada pihak lain dan pihak negosiator.
Keterampilan – keterampilan dasar
Berikut ini, adalah keterampilan -keterampilan dasar dalam bernegosiasi :
• Ketajaman pikiran / kelihaian
• Sabar
• Kemampuan beradaptasi
• Daya tahan
• Kemampuan bersosialisasi
• Konsentrasi
• Kemampuan berartikulasi
• Memiliki selera humor
• Taktik – taktik umum digunakan
Taktik memiliki beberapa tujuan. Taktik akan membantu untuk melihat permasalahan sebenarnya yang sedang diperdebatkan di meja perundingan. Taktik juga dapat menguraikan kemandekan. Dan, dapat membantu untuk melihat dan melindungi diri dari kebohongona negosiator. Berikut ini, sembilan strategi negosiasi yang dapat digunakan dan dihindari
Mengeryit ( The Wince )
Taktik ini dikenal juga dengan istilah Terkejut ( Flinch ) merupakan reaksi negatif terhadap tawaran seseorang. Dengan kata lain, bertindak terkejut saat negosiasi yang diadakan pihak negosiator berjalan dengan keinginan pihak lain.
Berdiam ( The Silence )
Jika Anda tidak menyukai apa kata seseorang, atau jika Anda baru saja membuat tawaran dan Anda sedang menunggu jawaban, diam bisa menjadi pilihan terbaik Anda. Kebanyakan orang tidak bisa bertahan dalam kesunyian panjang ( ” Dead Air Time” ). Mereka menjadi tidak nyaman jika tidak ada percakapan untuk mengisi kekosongan antara Anda dan pihak lain. Biasanya, pihak lain akan merespon dengan konsesi atau memberikan kelonggaran.
Ikan Haring Merah ( Red Herring )
Istilah ini diambil dari kompetisi tua di Inggris, Berburu Rubah ( Fox Hunting Competition ). Dalam kompetisi ini, tim lawan akan menyeret dan membaui jejak rubah ke arah lain dengan ikan. Sehingga, anjing lawan akan terkecoh dan kehilangan jejak. Sama halnya saat negosiator membawa “ikan amis” atau isu lain ke meja perundingan untuk mengalihkan perhatian dari isu utama bahasan.
Kelakuan Menghina ( Outrageous Behaviour )
Segala bentuk perilaku – biasanya dianggap kurang bermoral dan tidak dapat diterima oleh lingkungan- dengan tujuan memaksa pihak lain untuk setuju. Seperti pihak manajemen muak dengan tuntutan yang dianggap tidak masuk akal dan terpaksa menandatangi kontrak dengan air mata kemudian membuangnya secara ganas dan dramatis seolah – olah diliput oleh media. Tujuan dari taktik ini adalah untuk menggertak orang – orang yang terlibat dalam negosiasi.
Yang Tertulis ( The Written Word )
Adalah persyaratan ditulis dalam perjanjian yang tidak dapat diganggu gugat. Perjanjian, sewa guna usaha ( leasing ), atau harga di atas pahatan batu dan sekarang di kertas ( uang ) adalah contoh – contoh Yang Tertulis.
Pertukaran ( The Trade-off )
Taktik ini digunakan untuk tawar – menawar. Pertukaran hanya menawarkan konsesi, sampai semua pihak setuju dengan syarat – syarat. Sebenarnya, taktik ini dipakai untuk kompromi.
Ultimatum ( The Ultimatum )
Penggunaan ultimatum kadang-kadang ( seldom ) efektif sebagai taktik pembuka dalam negosiasi. Namun, suatu saat dalam sebuah negosiasi yang panjang saat Anda merasa Anda perlu menggunakan taktik ini.
Berjalan Keluar ( Walking Out )
Pada beberapa situasi, berjalan keluar dapat digunakan sebagai strategi untuk memberikan tekanan pada pihak lain.
Kemampuan untuk Mengatakan “Tidak” ( The Ability to Say “No” )
Sebuah taktik memepang peran sangat penting dalam segala macam strategi negosiasi dan cara menyampaikannya secara tepat. Pertama dan paling dasar untuk mempelajari taktik ini adalah bahwa apa pun bila mengatakan ‘tidak’ secara langsung, diterjemahkan oleh pihak lain sebagai ‘ya’.
Mediasi
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasehat. Menurut Nolah Haley, “A short term structured oriented, partipatory invention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement”, sedangakan Kovach mendefinisikan mediasi,”facilitated negotiation It process by which a neutually satisfaction solution”.
Dengan demikian, dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis.
Sementara itu, pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan sebagai mediator. Oleh karena itu, pengertian mediasi mengandung unsur-unsur, antara lain :
a) merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan;
b) mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan;
c) mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian;
d) tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Dengan demikian, tugas utama mediator sebagai fasilitator dan menemukan dan merumuskan persamaaan pendapat, seperti berikut :
a) Sebagai tugas utama adalah bertindak sebagai seorang fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi yang dapat dilaksanakan.
b) Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi para pihak dan berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang timbul (penyesuaian persepsi), sehingga mengarahkan kepada satu keputusan bersama.
Dengan demikian, putusan yang diambil atau yang dicapai oleh mediasi merupakan putusan yang disepakati bersama oleh para pihak yang dapat berbentuk nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi tatanan dalam masyarakat. Selain itu, dapat pula berbentuk putusan yang tidak sejalan dengan tatanan yang ada, tetapi tidak bertentangan dengan nilai atau norma yang berlaku. Namun, putusan tersebut dapat pula bertolak belakang dengan nilai atau norma yang berlaku.
Namun, jika dengan cara mediasi tidak menghasilkan suatu putusan diantara para pihak maka masing-masing pihak boleh menempuh cara penyelesaian lain, seperti melalui pengadilan, arbitrase, atau lain-lain.
Sistem Arbitrase
Mengenai arbitrase, sudah lama dikenal. Semula dikenal oleh Inggris dan Amerika pada tahun 1779 melaui Jay Treaty. Berdasar data ini, perkembangan arbitrase sebagai salah satu sistem alternatif tempat penyelesaian sengketa, sudah berjalan selam adua abad.Sekarang semua negara di dunia telah memiliki Undang-undang arbitrase.
Di Indonesia ketentuan arbitrase diatur dalam Buku Ketiga RV. Dengan demikian, umurnya sudah terlampau tua, karena RV dikodifikasi pada tahun 1884. Oleh karena itu, aturan yang terdapat didalamnya sudah ketinggalan, jika dibandingkan dengan perkembangan kebutuhan.
Memang banyak persamaan prinsip antara arbitrase dengan sistem alternatif yang lain tadi, seperti:
1. sederhana dan cepat (informal dan quick),
2. prinsip konfidensial,
3. diselesaikan oleh pihak ketiga netral yang memiliki pengetahuan khusus secara profesional.
Namun, demikian, di balik persamaan itu terdapat perbedaan dianggap fundamental, sehingga dunia bisnis lebih cenderung memiliki mediation, minitrial atau adjusdication. Perbedaan yang dianggap fundamental, antara lain dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Masalah biaya, dianggap sangat mahal (expensive). Biaya yang harus dikeluarkan penyelesaian arbitrase, hampir sama adengan biaya litigasi di pengadilan. Terdapat beberapa komponen biaya yang harus dikeluarkan, sehingga terkadang jauh lebih besar biaya dengan apa yang harus dikeluarkan bila perkara diajukan ke pengadilan. Komponen biaya atrbitrase terdiri dari: (a) Biaya administrasi (b) Honor arbitrator. (c) Biaya transportasi dan akomodasi arbitrator (d) Biaya saksi dan ahli. Komponen biaya yang seperti itu, tidak ada dalam mediasi atau minitrial. Jika pun ada biaya yang harus dikeluarkan, jauh lebih kecil. Apalagi mediasi, boleh dikatakan tanpa biaya atau nominal cost.
2. Masalah sederhana dan cepat. Memang benar salah satu prinsip pokok penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah informal procedure and can be put in motion quickly. Jadi prinsipnya informal dan cepatI. Tetapi kenyataan yang terjadi adalah lain. Tanpa mengurangi banyaknya sengketa yang diselesaikan arbitrase dalam jangka waktu 60-90 hari, Namun banyak pula penyelesaian yang memakan waktu panjang. Bahkan ada yang bertahun-tahun atau puluhan tahun. Apalagi timbul perbedaan pendapat mengenai penunjukkan arbitrase, Rule yang disepakati atau hukum yang hendak diterapkan (governing law), membuat proses penyelesaian bertambah rumit dan panjang.
Kelebihan tersebut antara lain:
1. Dijamin kerahasiaan sengketa para pihak
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif;
3. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut keyakinannya mempunyai pengetahuan, pengalaman serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil;
4. para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur) yang sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa dapat digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan negosiasi, baik yang bersifat langsung (negtation simplister) maupun dengan penyertaan pihak ketiga (mediasi dan konsiliasi),
2. Penyelesaian sengketa dengan cara litigasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
3. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase, baik yang bersifat ad-hoc yang terlembaga.
Arbitrase secara umum dapat dilakukan dalam penyelesaian sengketa publik maupun perdata, namun dalam perkembangannya arbitrase lebih banyak dipilih untuk menyelesaikan sengketa kontraktual (perdata). Sengketa perdata dapat digolongkan menjadi:
1. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan faktual (question of fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbiter dengan kualifikasi teknis yang tinggi.
2. Technical arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual, sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam dokumen (construction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan kontrak.
3. Mixed arbitration, sengketa mengenai permasalahan faktual dan hukum (question of fact and law).
sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/03/penyelesaian-sengketa-ekonomi/
http://ria-chic.blogspot.com/2010/06/penyelesaian-sengketa-ekonomi.html
http://abdoez.multiply.com/journal/item/104/Penyelesaian_Sengketa_Ekonomi
http://alicyborg.blog.com/wp-admin/post.php?post=8&action=edit

Mediasi

for everyone
Pada potingan sebelumnya sudah kita singgung tentang mediasi, tetapi pada postingan kali ini akan lebih di rincikan lagi madiasi itu seperti apa, langsung saja...
Mediasi adalah negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi, yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping, pemangkin, dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik. Bisakah Anda menyebutkan contohnya?
Dari mana datangnya mediator?
Mediator terlibat di dalam suatu konflik atau sengketa karena berbagai alasan, misalnya karena diminta pihak-pihak yang bertikai, karena terdorong keinginan membantu teman, atau karena ada aturan yang menugaskannya supaya menjadi mediator bila diperlukan. Contractual mediation ialah mediasi yang terjadi karena ada aturan dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Aturan itu, misalnya, mengatakan bahwa pihak-pihak yang bertikai harus menerima mediasi bila mereka gagal menyelesaikan sengketa mereka melalui negosiasi. Biasanya, hubungan mediator dengan pihak-pihak pihak yang bertikai bersifat jangka pendek dan si mediator lebih memperhatikan penyelesaian.
Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider.
Bias dan etika mediator
Seorang mediator menjalankan tugasnya dengan beberapa pedoman berikut: (1) tidak memihak (impartial), (2) menjaga hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang bertikai. Kadang-kadang, seorang mediator memiliki bias, misalnya cenderung kepada salah satu pihak yang bertikai (sebelum mediasi) atau cenderung memihak posisi salah satu pihak yang bertikai (ketika mediasi berlangsung). Dalam mediasi yang emergent, seringkali pihak-pihak yang bertikai dapat menerima bias si mediator.
Strategi dan taktik mediasi
Ada banyak taktik yang dapat dilakukan mediator ketika melakukan intervensi. Penggunaan taktik mediasi amat tergantung pada aneka faktor dan suasana suasana.
Contoh-contoh taktik:
1. mengusahakan supaya pihak-pihak yang bertikai menerima mediasi
2. mengusahakan supaya pihak-pihak yang bertikai mempercayai mediator
3. mengusahakan supaya pihak-phak yang bertikai mempercayai proses mediasi.
4. mengumpulkan informasi
5. menjalin hubungan (rapport) dengan
pihak-pihak yang terlibat
6. mengontrol komunikasi di antara pihak-pihak yang bertikai (e.g. dengan caucus)
7. mengidentifikasi masalah, isu, posisi.
8. menyeimbangkan hubungan kekuasaan yang timpang
9. membantu menyelamatkan muka
Perilaku mediator
Perilaku mediator, yaitu taktik dan strategi apa yang akan ia gunakan, ditentukan oleh konteks mediasi, tujuan atau sasaran mediator, dan persepsi mediator. Beberapa pilihan strategis bagi prilaku mediator adalah:
1. Problem solving atau
integrasi, yaitu usaha menemukan jalan keluar “menang-menang”. Salah satu
perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menerapkan pendekatan ini bila
mereka memiliki perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak yang
bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-menang sangat mungkin
dicapai.
2. Kompensasi atau usaha mengajak pihak-pihak
yang bertikai supaya membuat konsesi atau mencapai kesepakatan dengan
menjanjikan mereka imbalan atau keuntungan. Salah satu perkiraan
mengatakan bahwa mediator akan menggunakan strategi ini bila mereka
memiliki perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai
dan menganggap bahwa jalan keluar menang-menang sulit dicapai.
3. Tekanan, yaitu tindakan memaksa pihak-pihak
yang bertikai supaya membuat konsesi atau sepakat dengan memberikan
hukuman atau ancaman hukuman. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa
mediator akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang
sedikit terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa
kesepakatan yang menang-menang sulit dicapai.
4. Diam atau inaction, yaitu ketika
mediator secara sengaja membiarkan pihak-pihak yang bertikai menangani
konflik mereka sendiri. Mediator diduga akan menggunakan strategi ini bila
mereka memiliki perhatian yang sedikit terhadap aspirasi pihak-pihak yang
bertikai dan menganggap bahwa kemungkinan mencapai kesepakatan
“menang-menang” tinggi.
Efektivitas mediation
Dalam mengevaluasi mediasi, khususnya evaluasi terhadap efektif-tidaknya intervensi mediator yang dilakukan pada saat mediasi, beberapa kriteria berikut dapat digunakan:
1. Fairness,
yaitu menyangkut perhatian mediator terhadap kesetaraan, pengendalian pihak-pihak yang bertikai, dan perlindungan terhadap hak-hak individu.
2. Kepuasan
pihak-pihak yang bertikai, yaitu apakah intervensi mediator membantu memenuhi tujuan pihak-pihak yang bertikai, memperkecil kerusakan, meningkatkan peran serta, dan mendorong komitmen.
3. Efektivitas
umum, seperti kualitas intervensi, permanen tidaknya intervensi, dapat tidaknya diterapkan.
4. Efisiensi dalam waktu, biaya, dan kegiatan.
5. Apakah kesepakatan tercapai atau tidak.
Beberapa kondisi di balik keberhasilan mediasi adalah:
1. Serupa negosiasi, mediasi lebih efektif untuk konflik yang moderat daripada konflik yang gawat.
2. Mediasi lebih efektif bila para pihak yang bertikai memiliki motivasi yang tinggi mencapai kesepakatan, misalnya ketika mereka sedang berada dalam jalan buntu yang amat merugikan mereka sehingga mereka tidak tahan mengalami status quo tersebut lebih lama lagi (disebut dengan hurting stalemate).
3. Mediasi lebih efektif bila pihak-pihak yang bertikai bersungguh-sungguh menerima mediasi, bila tidak ada kekurangan atau kelangkaan sumberdaya yang parah, bila isu yang ditengahi tersebut tidak menyangkut prinsip-prinsip umum, dan bila pihak-pihak yang bertikai relatif setara dalam kekuasaan.
4. Mediasi lebih efektif bila ada ancaman arbitrase sebagai langkah selanjutnya setelah mediasi gagal.
Efektivitas prilaku mediator
Ada beberapa jenis tindakan mediator yang terbukti efektif terlepas dari situasi pertikaiannya.
Contohnya adalah:
1. Mediator yang dapat mengontrol komunikasi di antara pihak-pihakyang bertikai dapat membantu mereka memahami posisi satu sama lain sehingga membantu pencapaian kesepakatan.
2. Mediator yang dapat mengontrol agenda mediasi akan meningkatkan keberhasilan mediasi, misalnya mempercepat pencapaian kesepakatan, membantu meyakinkan pihak-pihak yang bertikai bahwa kesepakatan dapat dicapai.
3. Mediasi bergaya bersahabat juga efektif terlepas dari tekanan waktu yang dihadapi para perunding.
4. Mediator dapat mengatasi masalah “devaluasi reaktif” dengan mendaku suatu proposal sebagai proposalnya, bila proposal itu dapat diterima suatu pihak tetapi akan ditolak bila diajukan oleh pihak lain.
5. Membuat konsesi terhadap mediator tidak tampak sebagai pertanda kelemahan seorang perunding dan dapat menjadi salah satu cara menyelamatkan muka.
6. Mediator dapat mengurangi optimisme seorang perunding tentang kemungkinan pihak lawan akan membuat konsesi besar, sehingga mempermudah si perunding membuat konsesi.
7. Para mediator menganggap bahwa semakin aktif dan semakin banyak mereka menggunakan taktik-taktik mediasi, semakin efektif pula usaha mereka sebagai mediator.
Berikut ini adalah beberapa jenis tindakan mediator yang keberhasilannya tergantung pada situasi konflik atau sengketa. Tindakan tersebut adalah:
1. Intervensi yang dilakukan secara langsung dan kuat dapat efektif bila konflik antara pihak-pihak yang bertikai begitu mendalam sehingga mereka tidak dapat melakukan problem solving bersama. Akan tetapi, intervensi semacam ini bisa merugikan bila para pihak yang bertikai dapat berbicara kepada satu sama lain.
2. Taktik-taktik mediator yang substantif dan kuat secara positif berhubungan dengan pencapaian kesepakatan apabila tingkat permusuhan tinggi, tetapi berhubungan secara negatif dengan pencapaian kesepakatan bila permusuhan rendah.
3. Usaha meningkatkan komunikasi dan saling pengertian di antara para perunding akan efektif bila tingkat permusuhan tinggi dan perbedaan posisi besar.
4. Tindakan mediator merangsang gagasan dan pikiran baru dengan mengajukan masalah yang akan diselesaikan bisa efektif bila suasan permusuhannya tinggi dan para pihak yang bertikai kesulitan melakukan problem solving.
5. Taktik menekan (misalnya dengan mengatakan bahwa posisi salah satu pihak tidak realistis) secara positif terkait dengan pencapaian kesepakatan bila intensitas konfliknya tinggi, tetapi secara negatif terkait dengan pencapaian kesepakatan bila intensitas konfliknya rendah.
6. Intervensi yang dilakukan mediator pada tahap dini tepat bila permusuhan terbuka menghadang di depan mata. Dengan kata lain, argumen yang mengatakan mediator harus menunggu sampai pihak-pihak yang bertikai berada dalam jalan buntu yang merugikan (hurting stalemate), tidak selalu dapat diandalkan. Tindakan para perunding, misalnya saling menyerang dan menyalahkan, dapat menimbulkan eskalasi sehingga konflik sulit dikendalikan. Selain itu, semakin banyak korban yang jatuh karena konflik, semakin sedikit yang dapat diperoleh dalam mediasi.
7. Mediasi dapat berhasil dalam jangka panjang bila (a) pihak-pihak yang terlibat menerima butir-butir kesepakatan, (b) terjadi peningkatan hubungan di antara mereka, (c) tidak ada masalah baru yang timbul.
8. Mediasi dapat berhasil dalam jangka panjang bila (a) pihak-pihak yang terlibat mediasi melakukan problem solving bersama pada tahap diskusi dan pembicaraan tentang prosedur mediasi; (b) pihak-pihak yang bertikai merasa bahwa prosedur yang fair digunakan dalam mediasi; dan (c) mereka diberi kesempatan mengemukakan masalah dan keprihatinan mereka.
Beberapa topik riset mutakhir
· Proses kognisi dan pembuatan keputusan. Berbagai proses kognisi dan pembuatan keputusan tidak hanya relevan dalam perundingan. Di dalam kajian-kajian mediasi, hal ini juga menjadi topik penelitian yang hangat. Bagaimana, misalnya, mediator membantu para perunding supaya lebih rasioal dan sistematis dalam mediasi; apakah mediator juga dapat dilanda berbagai
bias dan jalan pintas dalam pembuatan keputusan seperti halnya perunding; dan lain-lain. Ada penelitian yang menyimpulkan bahwa mediator cenderung
menghindari kerugian (mediator akan kehilangan penghasilan bila para perunding gagal mencapai kesepakatan) daripada meraih perolehan (mediator akan mendapatkan uang bila perunding mencapai kesepakatan). Mediator yang berbingkai mehindari kerugian cenderung menggunakan taktik yang kuat dan keras daripada mediator yang berbingkai meraih perolehan, walaupun nilai uang yang mereka peroleh sama.
Kekuasaan mediator. Kekuasaan mediator bersumber dari berbagai hal, seperti reputasi, otoritas, dan kemampuan memberikan hukuman kepada pihak-pihak yang bertikai. Kekuasaan cenderung mendorong mediator menggunakan taktik yang keras – misalnya bila ia memiliki kapasitas melakukan arbitrase. Demikian pula seorang hakim yang menjadi mediator. Penelitian juga menunjukkan bahwa mediator yang memiliki kekuasaan menghukum dapat mendesakkan konsesi. Bila mediator memaksakan hasil atau jalan keluar di dalam suatu mediasi, maka kepentingan mendasar para perunding dapat terancam. Sebaliknya, bila para perunding lebih kuat dari mediator, maka para perunding yang bertikai lebih mudah menerima mediator dan perilaku mereka kurang bermusuhan. Tetapi, mereka juga tidak begitu dapat dipengaruhi mediator.
Perilaku perunding terhadap mediator. Para perunding menggunakan pembuatan konsesi sebagai taktik mempengaruhi strategi seorang mediator, misalnya untuk menghindari intervensi dari mediator yang diperkirakan akan menggunakan taktik yang keras. Sebaliknya, para perunding cenderung menahan diri dari pembuatan konsesi bila mediatornya dapat memberikan
imbalan di kemudian hari, mungkin karena berharap bahwa konsesi yang akan
mereka buat dapat ditukar dengan imbalan dari mediator.

sumber : http://alicyborg.blog.com/wp-admin/post.php?post=7&action=edit