Bab
7
ETIKA
DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI MANAJEMEN
1.)
Etika Bisnis Akuntan Publik
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu
kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang
merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan juga
merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang
diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika
sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Kasus enron, xerok,
merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya
telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis.
Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi
dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan
tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau
nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan
etika, maka hasilnya sangat merugikan.
Baru-baru
ini salah satu badan yang memiliki fungsi untuk menyusun dan
mengembangkan standar profesi dan kode etik profesi akuntan publik
yang berkualitas dengan mengacu pada standar internasional yaitu
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah mengembangkan dan
menetapkan suatu standar profesi dan kode etik profesi yang
berkualitas yang berlaku bagi profesi akuntan publik di Indonesia.
Prinsip
etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan
butir pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir
pernyataan tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh
seorang akuntan. Delapan butir tersebut terdeskripsikan sebagai
berikut:
1.
Tanggung Jawab Profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semuakegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota
mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran
tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk
bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi
akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua
anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu
ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada
publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat,
dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi
kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis
dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara
tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan
terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai
kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara
keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku
akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara.
Kepentingan
utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham
bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai
dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat
prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk
menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan
publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
3.
Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota
untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4.
Objektivitas
Setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil,
tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau
bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh
pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan
harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota
dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta
konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja
dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan,
dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang
ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota
harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat
yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling
mutakhir.
Hal
ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui
pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan
dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki.
Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota
untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal
penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan,
anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada
pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah
pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk
bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6.
Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan
informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan
umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan
dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai
sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai
keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang
klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang
diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan
antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7.
Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.
Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar
teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah
standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.
2.
Tanggung Jawab Sosial (social responsibility) Kantor
Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis.
Sebagai
entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan
Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, pada Kantor Akuntan
Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada
masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab
sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian
layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik
terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan
juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
3.)
Krisis dalam Profesi akuntansi
Maraknya
kecurangan di laporan keuangan, secara langsung maupun tidak langsung
mengarah pada profesi akuntan. Sederetan kecurangan telah terjadi
baik diluar maupun di Indonesia. Profesi akuntan saat ini tengah
menghadapi sorotan tajam terlebih setelah adanya sejumlah skandal
akuntansi yang dilakukan beberapa perusahaan dunia. Terungkapnya
kasus manipulasi yang dilakukan perusahaan Enron merupakan pemicu
terjadinya krisis dalam dunia profesi akuntan dan terungkapnya
kasus-kasus manipulasi akuntansi lainnya seperti kasus worldCom,
Xerox Corp, dan Merek Corp. Dan di Indonesia yaitu kasus Kimia Farma,
PT Bank Lippo, dan ditambah lagi kasus penolakan laporan keuangan PT.
Telkom oleh SEC, semakin menambah daftar panjang ketidak percayaan
terhadap profesi akuntan.
Dalam
hasil Kongres Akuntan Sedunia (Word Congres Of Accountants “WCOA”
ke-16 yang diselenggarakan di Hongkong juga disimpulkan bahwa
kredibilitas profesi akuntan sebagai fondasi utama sedang
dipertaruhkan. Sebagai fondasi utama,tanpa sebuah kredibilitas
profesi ini akan hancur. Hal ini disebabkan oleh beberapa
skandal terkait dengan profesi akuntan yang telah terjadi.
Namun, Profesi akuntan dapat saja mengatasi krisis ini dengan
menempuh cara peningkatan independensi, kredibilitas, dan kepercayaan
masyarakat. Oleh karena itu presiden International Federation
of Accountants IFAC menghimbau agar para akuntan mematuhi aturan
profesi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat agar krisis profesi
akuntan tidak lagi terjadi.
4.)
Regulasi dalam rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Di
Indonesia, melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah melaksanakan
regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait
dengan penegakkan etika terhadap kantor akuntan publik. Hal ini
dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi
profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjadi
perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi
AP berada dibawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan
Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik).
Perkembangan
terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengaturan
akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan
Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting Oversight
Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk
berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh
asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom
yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the
Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya,
kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain: (i) pembuatan
standar akuntansi dan standar audit; (ii) pemeriksaan terhadap kertas
kerja audit; dan (iii) pemberian sanksi. Dengan kewenangan asosiasi
yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat
bertindak kurang independen jika terkait dengan kepentingan
anggotanya. Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah
Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik
(Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan
pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan
beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi. Dalam RUU AP tersebut,
regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan usulan
penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar,
terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP). Disamping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada
akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik)
dan kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP. Seluruh
regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan
keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi
kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan
kualitas audit.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar